Selasa, 17 April 2012

Jenis-Jenis Profesi di bidang IT , Desk Job Profesi di bidang IT

Job description profesi-profesi IT di Indonesia antara lain :

IT Support Officer, tanggung jawabnya ialah :
menerima, memprioritaskan dan menyelesaikan permintaan bantuan IT.
membeli hardware IT, software dan hal-hal lain yang berhubungan dengan hal tersebut.
instalasi, perawatan dan penyediaan dukungan harian baik untuk hardware & software Windows & Macintosh, peralatan termasuk printer, scanner, hard-drives external, dll.
korespondensi dengan penyedia jasa eksternal termasuk Internet Service Provider, penyedia jasa Email, hardware, dan software supplier, dll.

Network Administrator, mengurusi, mengoperasi, maintain, dan perawatan jaringan LAN maupun WAN, manajemen sistem serta dukungan terhadap perangkat kerasnya, mengarsipkan data, serta maintain dan perawatan komputer.

Network Engineer, melaksanakan komunikasi dan analisa sistem networking, mendesain perencanaan untuk integrasi, mendukung jaringan pada internet, intranet dan ekstranet, serta menganalisa dan ikut mengambil bagian dalam pengembangan standardisasi keamanan dan implementasi mengendalikan untuk keamanan LAN dan WAN. Sedangkan untuk tugas dan tanggung jawabnya adalah maintenance LAN dan koneksi internet, maintenance hardware, maintenance database dan file, help desk, dan inventory.

Prosedur Pendirian Usaha di Bidang IT

1. Tahapan pengurusan izin pendirian
Bagi perusahaan skala besar hal ini menjadi prinsip yang tidak boleh dihilangkan demi kemajuan dan pengakuan atas perusahaan yang bersangkutan. Hasil akhir pada tahapan ini adalah sebuah izin prinsip yang dikenal dengan Letter of Intent yang dapat berupa izin sementara, izin tetap hinga izin perluasan. Untk beerapa jenis perusahaan misalnya, sole distributor dari sebuah merek dagang, Letter of Intent akan memberi turunan berupa Letter of Appointment sebagai bentuk surat perjanjian keagenan yang merupakan izin perluasan jika perusahaan ini memberi kesempatan pada perusahaan lain untuk mendistribusikan barang yang diproduksi. Berikut ini adalah dokumen yang diperlukan, sebagai berikut :
• Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
• Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
• Bukti diri. 
 
2. Tahapan pengesahan menjadi badan hukum
Tidak semua badan usaha mesti ber badan hukum. Akan tetapi setiap usaha yang memang dimaksudkan untuk ekspansi atau berkembang menjadi berskala besar maka hal yang harus dilakukan untuk mendapatkan izin atas kegiatan yang dilakukannya tidak boleh mengabaikan hukum yang berlaku. Izin yang mengikat suatu bentuk usaha tertentu di Indonesia memang terdapat lebih dari satu macam. Adapun pengakuan badan hukum bisa didasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), hingga Undang-Undang Penanaman Modal Asing ( UU PMA ). 
 
3. Tahapan penggolongan menurut bidang yang dijalani. 
Badan usaha dikelompokkan kedalam berbagai jenis berdasarkan jenis bidang kegiatan yang dijalani. Berkaitan dengan bidang tersebut, maka setiap pengurusan izin disesuaikan dengan departemen yang membawahinya seperti kehutanan, pertambangan, perdagangan, pertanian dsb. 
 
4. Tahapan mendapatkan pengakuan, pengesahan dan izin dari departemen lain yang terkait.
Departemen tertentu yang berhubungan langsung dengan jenis kegiatan badan usaha akan mengeluarkan izin. Namun diluar itu, badan usaha juga harus mendapatkan izin dari departemen lain yang pada nantinya akan bersinggungan dengan operasional badan usaha misalnya Departemen Perdagangan mengeluarkan izin pendirian industri pembuatan obat berupa SIUP. Maka sebgai kelanjutannya, kegiatan ini harus mendapatkan sertifikasi juga dari BP POM, Izin Gangguan atau HO dari Dinas Perizinan, Izin Reklame, dll. 
 
Kontrak Kerja
Kontrak kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan/atau tulisan, baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban. Setiap perusahaan wajib memberikan kontrak kerja di hari pertama anda bekerja. Dalam KONTRAK KERJA biasanya terpapar dengan jelas pekerja memiliki hak mendapat kebijakan perusahaan yang sesuai dengan Undang- undang ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia. Di dalamnya juga memuat mengenai prosedur kerja dan kode disiplin yang ditetapkan perusahaan

Draf Kontrak Kerja Untuk Proyek IT
Berikut ialah ketentuan-ketentuan yang harus ada dalam sebuah kontrak kerja

  • Para pihak yang menandatangani kontrak meliputi nama,jabatan dan alamat
  • Pokok pekerjaan yang diperjanjikan dengan uraian yang jelas mengenai jenis dan jumlah barang / jasa yang diperjanjikan.
  • Hak dan kewajiban para pihak yang terikat didalam perjanjian
  • Nilai atau harga kontrak pekerjaan serta syarat - syarat pembayaran.
  • Persyaratan dan spesifikasi teknis yang jelas dan terinci
  • Tempat dan jangka waktu penyelesaian / penyerahan dengan disertai jadual waktu penyelesaian / penyerahan yang pasti serta syarat-syarat penyerahannya.
  • Jaminan teknis/hasil pekerjaan yang dilaksanakan dan / atau ketentuan mengenai kelaikan.
  • Ketentuan mengenai cidera janji dan sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi kewajibannya.
  • Ketentuan mengenai pemutusan kontrak secara sepihak.
  • Ketentuan mengenai keadaan memaksa.
  • Ketentuan mengenai kewajiban para pihak dalam hal terjadi kegagalan dalam pelaksanaan pekerjaan.
  • Ketentuan mengenai perlindungan tenaga kerja.
  • Ketentuan mengenai bentuk dan tanggung jawab gangguan lingkungan.
  • Ketentuan mengenai penyelesaian pekerjaan

Source :
http://galuhkurniawan.blogspot.com/2012/04/prosedur-pendirian-usaha-di-bidang-it.html
http://ita-kyu-kiyut.blogspot.com/2011/04/prosedur-pendirian-bidang-usaha-it.html
http://www.anneahira.com/contoh-surat/surat-kontrak.htm
http://www.gajimu.com/main/tips-karir/kontrak-kerja/apa-yang-dimaksud-dengan-kontrak-kerja

Selasa, 10 April 2012

PROPOSAL PENGELOLAAN PROYEK SISTEM INFORMASI


  


PROPOSAL PENGELOLAAN PROYEK
SISTEM INFORMASI




                      4 KA 11
                        Kelompok :                 Arif 10108316
                                                           Galuh Kurniawan 10108852
                                                           Robi Rahman 12108162






UNIVERSITAS GUNADARMA
2012

Minggu, 25 Maret 2012

Keterbatasan UU ITE Dalam Mengatur Penggunaan T.I

Tentang UUD ITE ini ada hal positif dan negatifnya,

Hal positifnya antara lain :
- Meminimalisir penyalahgunaan internet
- Melindungi pihak yang menjadi korban dari kejahat di dunia maya
- Memberikan perlindungan hukum terhadap transaksi dan sistem elektronik
- Mencegah kejahatan dunia maya
- Dapat memberikan peluang bisnis baru bagi para wiraswasta

Hal negatif :
- Membatasi ruang gerak user dalam berekspresi atau menyampaikan sesuatu hal di dunia cyber, contoh seperti kasus prita pada tahun 2009 lalu.
- Memblokir situs-situs yang di anggap porno, memfitnah kaum tertentu padahal di lain sisi tidak semua di situs tersebut berdampak negatif , ada pelajaran positif juga yang dapat di ambil dari situs tersebut


UU ITE kedudukannya sangat penting dalam mendukung lancarnya kegiatan para pebisnis Internet, melindungi akademisi, masyarakat dan mengangkat citra Indonesia di level internasional. Namun, UU ini juga membatasi hak kebebasan dalam berekspresi, mengeluarkan pendapat dan bisa menghambat kreativitas dalam ber-internet, akan tetapi setiap orang yang mengutarakan pendapatnya, harus bisa mempertanggungjawabkan kembali pendapatnya tersebut. Oleh karena itu, UU ITE masih perlu perbaikan, agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan dengan adanya UU ini.

Source :
http://sumarlyn.blogspot.com/2012/03/keterbatasan-uu-ite-dalam-mengatur.html

Perbedaan Cyber Law di Negara-Negara

Cyberlaw di Indonesia


Perkembangan cyberlaw di Indonesia belum bisa dikatakan maju. Hal ini diakibatkan karena belum meratanya pengguna internet di seluruh Indonesia. Berbeda dengan Amerika Serikat yang
menggunakan internet untuk memfasilitasi seluruh aspek kehidupan mereka. Oleh karena itu, perkembangan hukum dunia maya di Amerika Serikat pun sudah sangat maju dibandingkan di Indonesia.

Sebagai solusi dari masalah tersebut, pada tanggal 25 Maret 2008 DPR mengesahkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) ini merupakan undang-undang yang mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet.

Sejak dikeluarkannya UU ITE, maka segala aktivitas didalamnya diatur dalam undang-undang tersebut. Peraturan yang terdapat dalam pasal-pasal dalam UU ITE yang dibuat pemerintah, secara praktis telah memberi peraturan bagi para pengguna internet. Hal itu tentu berdampak pada industri internet yang selama ini belum mendapatkan pengawasan yang ketat.

IMPLIKASI PEMBERLAKUAN RUU ITE

Pelanggaran hukum dalam transaksi elektronik dan perbuatan hukum di dunia maya merupakan fenomena yang mengkhawatirkan, mengingat berbagai tindakan, seperti carding, hacking, cracking, phising, viruses, cybersquating, pornografi, perjudian (online gambling), transnasional crime yang memanfaatkan informasi teknologi sebagai “tool” telah menjadi bagian dari aktivitas pelaku kejahatan internet. Oleh karena itu, Pemerintah memandang RUU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mutlak diperlukan bagi Negara Indonesia, karena saat ini Indonesia merupakan salah satu Negara yang telah menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi secara luas dan efisien, namun belum memiliki undang-undang cyber.

Cakupan materi RUU ITE, antara lain : informasi dan dokumen elektronik, pengiriman dan penerimaan surat elektronik, tanda tangan elektronik, sertifikat elektronik, penyelenggaraan system elktronik, transaksi elektronik, hak atas kekayaan intelektual dan privasi. Hal-hal demikian, dikemukakan Dirjen Aplikasi Telematika Kominfo, Cahyana Ahmadjayadi dalam penjelasannya kepada jabarprov.go.id, Senin (11/12) di Hotel Panghegar Bandung, disela acara Sosialisasi RUU tentang ITE.
Menurut Cahyana, bahwa UU tentang ITE akan memberikan manfaat, yaitu : akan menjamin kepastian hokum bagi masyarakat yang melakukan transaksi elektronik, mendorong pertumbuhan ekonomi, mencegah terjadinya kejahatan berbasis teknologi informasi dan melindungi masyarakat pengguna jasa dengan memanfaatkan teknologi informasi. Adapun terobosan-terobosan yang penting yang dimilikinya, imbuh Cahyana, adalah, pertama, tanda tangan elektronik diakui memiliki kekuatan hokum yang sama dengan tandatangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Kedua, alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHAP. Ketiga, Undang-Undang ITE, berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hokum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hokum di Indonesia. Keempat, penyelesaian sengketa, juga dapat diselesaikan dengan metode penyelesaian sengketa alternative atau arbitrase.

Fakta menunjukan, demikian Cahyana, masyarakat umum dan perbankan khususnya telah melakukan kegiatan transaksi yang seluruhnya menggunakan teknologi informasi sebagai alat (tools). Berdasarkan data transaksi elektronik melalui perbankan di Indonesia (BI 2005), jumlahtransaksi mencapai 1,017 milliar (39,9 juta pemegang kartu), dengan nilai transaksi mencapai Rp 1.183,7 trilyun yang dikelola 107 penyelenggara. Mengingat transaksi elektronik ini meningkat, maka sangat diperlukan payung hukum untuk mengaturnya, untuk itulah UU ITE menjadi urgen dan mendesak, demikian Dirjen APL Telematika Depkominfo, Cahyana Ahmadjayadi.
UU ITE yang terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal mencakup materi mengenai Informasi dan Dokumen Elektronik; Pengiriman dan Penerimaan Surat Elektronik; Tanda Tangan Elektronik; Sertifikat Elektronik; Penyelenggaraan Sistem Elektronik; Transaksi Elektronik; Hak Atas kekayaan Intelektual; dan Perlindungan Data Pribadi atau Privasi. Sebagai tindak lanjut UU ITE, akan disusun beberapa RPP sebagai peraturan pelaksanaan, yaitu mengenai Lembaga Sertifikasi Kehandalan, Tanda Tangan Elektronik, Penyelenggara Sertifikasi Elektronik, Penyelenggaraan Sistem Elektronik, Transaksi Elektronik, Penyelenggara Agen Elektronik, Pengelola Nama Domain, Lawful Interception, dan Lembaga Data Strategis.

Melengkapi Kitab Undang–Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang telah ada, UU ITE juga mengatur mengenai hukum acara terkait penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum (kepolisian dan kejaksaan) yang memberi paradigma baru terhadap upaya penegakkan hukum dalam rangka meminimalkan potensi abuse of power penegak hukum sehingga sangat bermanfaat dalam rangka memberikan jaminan dan kepastian hukum. “Penyidikan di bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data atau keutuhan data, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 42 ayat (2)). Sedangkan Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat dan wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum (Pasal 42 ayat (3)).”

Pengaturan tersebut tidak berarti memberikan peluang/pembiaran terhadap terjadinya upaya kejahatan dengan menggunakan sistem elektronik, karena dalam halhal tertentu penyidik masih mempunyai kewenangan melaksanakan tugasnya sebagaimana diatur dalam KUHAP (Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). “Dalam hal pelaku kejahatan tertangkap tangan, penyidik tidak perlu meminta izin, serta dalam hal sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, penyidik dapat melakukan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuan (Pasal 38 ayat (2) KUHAP.

Tulisan ini merupakan rangkaian dari tulisan saya sebelumnya, yang masih berkutat di sekitar penerapan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU ITE yang diberlakukan sejak April 2008 lalu ini memang merupakan terobosan bagi dunia hukum di Indonesia, karena untuk pertama kalinya dunia maya di Indonesia mempunyai perangkat. Karena sifatnya yang berisi aturan main di dunia maya, UU ITE ini juga dikenal sebagai Cyber Law.
Sebagaimana layaknya Cyber Law di negara-negara lain, UU ITE ini juga bersifat ekstraterritorial, jadi tidak hanya mengatur perbuatan orang yang berdomisili di Indonesia tapi juga berlaku untuk setiap orang yang berada di wilayah hukum di luar Indonesia, yang perbuatannya memiliki akibat hukum di Indonesia atau di luar wilayah Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

Secara sederhana, bisa dikatakan bahwa bila ada blogger di Belanda yang menghina Presiden SBY melalui blognya yang domainnya Belanda, bisa terkena keberlakuan UU ITE ini. Pasal dalam Undang-undang ITE Pada awalnya kebutuhan akan Cyber Law di Indonesia berangkat dari mulai banyaknya transaksi-transaksi perdagangan yang terjadi lewat dunia maya. Atas transaksi-transaksi tersebut, sudah sewajarnya konsumen, terutama konsumen akhir (end-user) diberikan perlindungan hukum yang kuat agar tidak dirugikan, mengingat transaksi perdagangan yang dilakukan di dunia maya sangat rawan penipuan.

Dan dalam perkembangannya, UU ITE yang rancangannya sudah masuk dalam agenda DPR sejak hampir sepuluh tahun yang lalu, terus mengalami penambahan disana-sini, termasuk perlindungan dari serangan hacker, pelarangan penayangan content yang memuat unsur-unsur pornografi, pelanggaran kesusilaan, pencemaran nama baik, penghinaan dan lain sebagainya.

Terdapat sekitar 11 pasal yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam UU ITE, yang mencakup hampir 22 jenis perbuatan yang dilarang. Dari 11 Pasal tersebut ada 3 pasal yang dicurigai akan membahayakan blogger, pasal-pasal yang mengatur larangan-larangan tertentu di dunia maya, yang bisa saja dilakukan oleh seorang blogger tanpa dia sadari. Pasal-Pasal tersebut adalah Pasal 27 ayat (1) dan (3), Pasal 28 ayat (2), serta Pasal 45 ayat (1) dan (2).

Pasal 27 ayat (1) ”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.” Pasal 27 ayat (3)”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. ”Pasal 28 ayat (2)“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”

Atas pelanggaran pasal-pasal tersebut, UU ITE memberikan sanksi yang cukup berat sebagaimana di atur dalam Pasal 45 ayat (1) dan (2). Pasal 45 ayat (1)
“Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 45 ayat (2)“Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Kronologis perjalanan UU ITE:

Perjalanan UU ITE memerlukan waktu yang lama (5 tahun). Hal ini menyebabkan UU ITE menjadi sangat lengkap karena RUU ITE telah melalui banyak pembahasan dari banyak pihak. Sehingga konsultan yang disewa oleh DEPKOMINFO pun menilai bahwa UU ITE ini terlalu ambisius karena Indonesia adalah negara satu-satunya di dunia yang hanya mempunyai satu Cyber Law untuk mengatur begitu luasnya cakupan masalah dunia Cyber, sementara negara lain minimal memiliki tiga Cyber Law. Namun Bapak Cahyana sebagai pemateri malah bersyukur dengan keadaan ini.

Beliau menjelaskan lebih lanjut kondisi nyata di lapangan, betapa berbelitnya proses pengesahan suatu RUU di DPR. Sehingga bagi Indonesia lebih baik memiliki satu Cyber law saja sehingga DEPKOMINFO lebih leluasa menindak lanjuti UU ITE dengan membuat Peraturan Pemerintah yang masing-masing mengatur hal-hal yang lebih detail.

Senin, 05 Maret 2012

Ciri-ciri seorang profesional di bidang IT. Jenis-jenis ancaman /threats melalui IT. Kasus cyber crime IT. Audit trail, real time audit, IT forensic. Perbedaan audit around computer dan through the computer.

Ciri-ciri profesionalisme di bidang IT dan juga kode etik profesional.

Mencari tahu mengenai ciri-ciri dari profesionalisme pada bidang IT dan juga mengenai kode etik profesional.
Etika merupakan suatu ilmu cabang filosofi yang berkaitan dengan apa saja yang dipertimbangkan baik dan salah.
Ada beberapa definisi mengenai etika antara lain :
  • Kode moral dari suatu profesi tertentu
  • Standar penyelenggaraan suatu profesi tertentu
  • Persetujuan diantara manusia untuk melakukan yang benar dan menghindari yang salah.
Salah satu yang harus dipahami adalah bahwa apa yang tidak etis tidak berarti illegal. Dalam lingkungan yang kompleks, definisi benar atau salah tidak selalu jelas. Juga perbedaan antara illegal dan tidak beretika tidak selalu jelas.
Adapun ciri-ciri seorang profesional di bidang IT adalah :
  • Mempunyai pengetahuan yang tinggi di bidang TI
  • Mempunyai ketrampilan yang tinggi di bidang TI
  • Mempunyai pengetahuan yang luas tentang manusia dan masyarakat, budaya, seni, sejarah dan komunikasi
  • Cepat tanggap terhada[ masalah client, paham terhadap isyu-isyu etis serta tata nilai kilen-nya
  • Mampu melakukan pendekatan multidispliner
  • Mampu bekerja sama
  • Bekerja dibawah disiplin etika
  • Mampu mengambil keputusan didasarkan kepada kode etik, bila dihadapkan pada situasi dimana pengambilan keputusan berakibat luas terhadap masyarakat